Disdukcapil Soppeng Minta Warga Beri Nama Anak Sesuai Aturan Permendagri

DBS NEWS, SOPPENG – Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Soppeng meminta warga untuk memberikan nama anak sesuai dengan aturan baru Permendagri Nomor 73 Tahun 2022.

Kepala Disdukcapil Soppeng, Andi Muhammad Ilham menyebut pencatatan nama pada dokumen kependudukan harus sesuai dengan prinsip norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Nama harus mudah dibaca, tidak bermakna negatif dan multitafsir. jumlah huruf paling banyak 60 karakter termasuk spasi dan jumlah kata paling sedikit dua kata,” kata Andi Muhammad Ilham, Jumat (29/7/2022).

Untuk penambahan gelar pendidikan, gelar keagamaan dan gelar marga boleh dicantumkan dalam dokumen kependudukan yaitu identitas penduduk Kartu Keluarga (KK), KTP, KIA. Tetapi tidak diperbolehkan penulisannya pada dokumen akta pencatatan sipil.

“Dalam akta Pencatatan Sipil, penulisan nama juga tidak boleh dengan singkatan, harus seluruhnya, Jadi kalau Muhammad harus dipanjangkan Muhammad, karena kalau disingkat M, dalam akta Pencatatan Sipil belum tentu Muhammad,” ujar Andi Muhammad Ilham.

Sementara itu dikutip dari Republika, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengungkapkan sejumlah contoh nama-nama aneh yang wajib dihindari.

Nama-nama tersebut memiliki jumlah huruf yang terlalu banyak dan panjang, sehingga melebihi ketentuan karakter pada aplikasi dan formulir dokumen. Ada juga nama yang terdiri dari satu huruf saja atau bermakna negatif.

“Contoh Ikajek Bagas Paksi Wahyu Sarjana Kesuma Adi, Emeralda Insani Nuansa Singgasana Pelangi Jelita Dialiran Sungai Pasadena. Terdapat pula nama yang terdiri dari satu huruf dan nama yang disingkat sehingga dapat diartikan berbagai macam, contoh A, M Panji, A Hakam AS Arany, K D Katherina Hasan. Juga ada nama yang mempunyai makna negatif, contoh Jelek, Orang Gila, H Iblis, Aji Setan, Neraka IU,” ungkap Zudan.

Selain itu, ada juga yang menamakan anak menggunakan nama lembaga negara, mewakili atau menyerupai jabatan, pangkat, dan penghargaan, seperti Mahkamah Agung, Bapak Presiden, Polisi, Bupati, Walikota. Banyak pula nama yang bertentangan dengan norma kesusilaan.

“Contoh Pantat, Aurel Vagina, Penis Lambe. Ada juga nama yang merendahkan diri sendiri dan bisa menjadi bahan perundungan, contoh Erdawati Jablay Manula, Lonte, Asu, Ereksi Biantama. Selain itu ada nama-nama yang berpengaruh negatif pada kondisi anak, contoh Tikus, Bodoh, Orang Gila,” tambah Zudan.

Lebih lanjut, Zudan menyebut pencatatan nama pada dokumen kependudukan perlu diatur sebagai pedoman bagi penduduk dan pejabat yang berwenang melakukan pencatatan untuk memudahkan pelayanan publik.

“Tujuan aturan ini dibuat untuk sebagai pedoman pencatatan nama, pedoman dalam penulisan nama pada dokumen kependudukan, meningkatkan kepastian hukum pada dokumen kependudukan, memudahkan dalam pelayanan administrasi kependudukan, perlindungan hukum, pemenuhan hak konstitusional, dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan,” kata Zudan. (id)

Komentar