Awal Kedatangan Belanda dan ‘Perjanjian’ Dengan Datu Soppeng

DBS NEWS, SOPPENG –  Sebelum menguasai daerah Soppeng, Hindia Belanda terlebih dahulu melakukan penaklukan terhadap kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan pada tahun 1905.

Banyak cara yang dilakukan oleh pihak Hindia Belanda dalam menaklukan sebuah wilayah, selain melakukan ekspedisi militer, pihak Hindia Belanda juga melakukan upaya melalui pendekatan diplomasi.

Hal ini mengutip dari Jurnal Penelitian karya Dodi Doigo Rahmada dan Patahuddin, berjudul Dinamika Pemerintahan Soppeng Pada Masa Afdeling Bone Hingga Masa Pemerintahan Andi Wana 1905-1960.

Tunduknya Kerajaan Bone pada Hindia Belanda dan dikuasainya Pelabuhan Bajoe, mempermudah Belanda dalam menaklukkan kerajaan-kerajaan yang lebih kecil.

Selepas kekalahan Bone, Panglima Ekspedisi Belanda Van Loenen tiba di Watansoppeng dan menggelar pertemuan dengan Datu Sitti Zaenab selaku datu di Kerajaan Soppeng.

Pertemuan yang dilangsungkan di Istana Datu Soppeng itu membawa hasil yang memuaskan pihak Belanda, dimana Datu Soppeng berhasil dipaksa untuk menerima dan menandatangani sebuah ”Perjanjian Pendek” atau disebut “Korte Verklaring”.

Perjanjian Pendek ini mengatur sejumlah maklumat  seperti Kerajaan Soppeng harus membayar upeti perang sejumlah f75.000 kepada Gubernurmen Hindia Belanda, pembayaran pajak, larangan pemakaian senjata tajam di tempat umum dan pengumpulan senjata api.

Kerajaan Soppeng tidak bisa terlalu banyak menentukan kebijakan pemerintahan sejak Hindia Belanda menempatkan kontrolir dalam mengawasi Soppeng.

Saat itu, campur tangan Hindia Belanda dalam urusan pemerintahan semakin jelas terlihat, meskipun pimpinan tertinggi pemerintahan tetap dipegang oleh datu Soppeng.

Politik terus mengalami dinamika seiring perjalanan waktu, baik dalam hal sistem maupun pemerintahan yang menjalankannya.

Setelah wafatnya Datu Soppeng Sitti Zaenab pada tahun 1940, ia digantikan oleh sang putra Andi Wana sebagai pemimpin di Kerajaan Soppeng.

Setahun setelah pelantikan Andi Wana sebagai Datu Soppeng. Pada tahun 1942, Jepang mulai memasuki Indonesia dan melakukan invasi ke beberapa wilayah.

Dimulai pada tanggal 10 Januari 1942, Jepang menyerbu Indonesia. Pada akhir bulan Februari, bala tentara Jepang menghancurkan armada gabungan Belanda, Inggris, Australia, dan Amerika dalam pertempuran di Laut Jawa.

Pada tanggal 8 Maret 1942, pihak Belanda di Jawa menyerah dan Gubernur Jendral Van Starkenborgh ditawan oleh pihak Jepang. Maka berakhirlah kekuasaan Belanda dan digantikan oleh Jepang.

Kedatangan Jepang pada mulanya disambut baik oleh beberapa raja terkemuka dan rakyat karena Jepang dianggap telah membebaskan mereka dari penjajahan Belanda dan telah mempropagandakan bahwa mereka adalah saudara tua yang akan melindungi saudaranya dari penindasan kulit putih.

Masa pendudukan Jepang kurang lebih terjadi selama 4 tahun, telah memberikan banyak kesempatan kepada orang Bugis-Makassar untuk menduduki berbagai jabatan pemerintahan dan perusahaan umum di daerah-daerah dan menjadi pengalaman yang berguna dalam menyusun administrasi pemerintahan dan perusahaan.

Hal ini menjadi sebuah pelajaran dan pengalaman bagi masyarakat dikarenakan telah memiliki pengalaman sebagai staf administrasi untuk diterapkan dalam membangun daerah.

Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu.

Menyerahnya Jepang, sempat membawa angin segar terhadap rakyat Indonesia tidak terkecuali bagi masyarakat di Soppeng.

Namun pada akhirnya, harus kembali menghadapi Belanda yang masuk ke Indonesia dan harus menghadapi perang kemerdekaan yang revolusioner.

Bersambung..

Komentar